SEJARAH GEREJA
BAPTIS DI INDONESIA
ABAD
KE-19 (TAHUN 1800-an)
oleh: Dwi Ariefin
Sejarah Baptis di Indonesia sebenarnya telah dimulai tahun 1800-an. Pada masa ini,
sebenarnya kaum Baptis (meskipun bukan dari Southern Baptis Convention-SBC,
Amerika) pernah mencoba melakukan perintisan Injil di Indonesia. Ada beberapa
tokoh yang secara langsung berhubungan dengan kaum Baptis di Eropa, ada juga
oleh karena menjadi kaum Baptis setelah di Indonesia. Jejak perjuangan mereka
adalah bekerja keras memanfaatkan kesempatan (singkat) yang mereka miliki.
Perjuangan mereka dalam membuka pelayanan yang termotivasi untuk menyaksikan
Injil kepada Bangsa Indonesia, bahkan sampai harus menjadi martir Kristus,
perlu dipahami juga.
Periode penguasaan Belanda di Indonesia adalah selama tahun
1610-1811, kemudian dilanjutkan pada 1816-1940. Selama masa penjajahan Belanda
di Indonesia, pekerjaan pengutusan Injil di Indonesia dikuasai oleh sebuah
konsulat pengutusan Injil, sebuah lembaga yang menjadi alat pemerintah Belanda
yang bertujuan memelihara Gereja yang patuh kepada negara. Golongan-golongan
yang bebas atau independen, seperti Baptis, hanya memperoleh ijin secara
sangat terbatas untuk melakukan pekerjaan pengutusan Injil. Pada pihak lain
Perkumpulan Pengutusan Injil Baptis di Belanda sendiri lebih memusatkan
sebagian pekerjaan pelayanannya ke Kongo, jajahan Belgia di Afrika. Namun
demikian, sesekali para missi Baptis dari Belanda juga memberitakan Injil di
Indonesia.
Sampai dengan kedatangan bangsa Inggris, tidak ada
keleluasaan yang cukup bagi pengutusan Injil bagi Kaum Baptis. Masa Penjajahan
oleh Belanda terhenti sesaat mulai tahun 1811. Sela waktu singkat itu, dan
adalah masa bagi Inggris berkuasa di Indonesia, adalah kesempatan emas
bagi kaum Baptis. Kesempatan ini seumpama pintu yang dibuka sesaat yang memberi
peluang kaum Baptis masuk. William Robinson adalah missi Baptis Inggris
yang pertama kali menjangkau Indonesia. Ada juga utusan lainnya. Mereka diutus
ke Jawa, Ambon dan Sumatera. Sejak adanya kesempatan yang sangat baik pada masa
Inggris itulah usaha pekerjaan pengutusan Injil oleh kaum Baptis dapat
dilaksanakan.
Ketika Belanda kembali menguasai
Indonesia, sesudah tahun 1816, keadaan berubah lagi, meskipun benih pelayanan
kesaksian Injil mulai bertumbuh. Pekerjaan Injil pada mulai saat
itu kebanyakan berjalan atas keputusan dan bantuan
perkumpulan-perkumpulan Pengutusan Injil yang bukan Baptis.
Pilar penting pembentukan jemaat adalah ketika ada delapan
orang serdadu Inggris, pada Januari 1812 yang mendirikan sebuah Gereja Baptis
di Semarang. Bagaimana keadaan dan perkembangan selanjutnya tidak jelas
diketahui. Secara resmi ada missi baptis yang pertama adalah pada tanggal 13
Mei 1813, ketika William Robinson, yang semula seorang tukang sepatu, menjadi
missi Baptis yg pertama dari Baptis Inggris. Ia turun dari kapal S.S.
Trowbridge untuk tiba di Jakarta. Di Jakarta, ia beserta istrinya Margareth
Robinson, menjadi missi baptis yang pertama kali menginjakkan kaki di bumi
Indonesia.
Robinson sampai di Jawa dalam tahun bersamaan dengan tahun
kedatangan Adoniram Judsen di Burma (Myanmar). Judsen yang adalah orang
Amerika diangkat oleh Pengutusan Injil golongan Congregation untuk
bekerja di India. Oleh karena membaca Perjanjian Baru, telah banyak berdoa
dalam pelayarannya ke luar negeri dan sesudah yakin akan kepercayaan kaum
Baptis, ia menerima pembaptisan secara selam, tidak lama setelah sampai di
India. Ia menggabungkan diri dengan golongan Baptis Inggris di Serampore.
Golongan ini merencanakan supaya Judson dan istrinya, Ann Hassaltine pergi ke
Jawa untuk memulai pekerjaan pengutusan Injil. Tetapi pada saat hampir
berangkat, tiba-tiba diubahlah rancangan itu dan Judson beserta istrinya
dikirim ke Myanmar.
Beberapa orang Baptis Inggris lain termasuk J.L. Philips dan
istrinya menggabungkan diri dengan Robinson. Mereka tinggal menetap selama 8
tahun, dan menjadi missi yang mula-mula bekerja dengan memakai bahasa daerah
diantara bangsa Indonesia. Kesetiaannya melayani, dapat menjangkau kira-kira
100 orang.
Setelah Inggris meninggalkan Indonesia, dan Belanda berkuasa
kembali, perubahan terjadi lagi. Oleh karena Belanda berkuasa kembali,
kebanyakan missi Baptis meninggalkan Indonesia sebelum tahun 1826 dan
Perkumpulan Pengutusan Injil Baptis tidak lagi bekerja Indonesia. Nama-nama,
seperti Bruckner di Semarang dan Ward di Padang tetap tercatat dalam buku
dokumen tahunan perkumpulan pengutusan Injil Baptis sampai tahun 1847.
Baptis
di Semarang
Thomas Trowt dan isterinya datang di Semarang dengan kapal
pada tanggal 10 Mei 1815, sesudah tinggal bersama Robinson selama beberapa
bulan di Jakarta. Beserta mereka datanglah pasangan James Reily.
Keluarga Reily hanya tinggal beberapa bulan, karena harus kembali ke India dan
berhenti. Sesudah delapan belas bulan menjalankan pekerjaan pelayanannya
di Semarang, Trowt meninggal dunia.
Gottleb Bruckner adalah seorang missi yang dilahirkan di
Jerman, tetapi ia hidup di negeri Belanda. Suatu perkumpulan pengutusan Injil
Belanda mengangkat dia untuk pekerjaan pelayanan pengutusan Injil di Indonesia.
Tetapi karena pemerintah Inggris yang berkuasa di Indonesia waktu itu, maka ia
menjadi tenaga missi pada perkumpulan Injil Anglikan di London.
Di Semarang Bruckner menjadi pendeta yang ke-9 pada Gereja
Belanda yang tua, yang gedungnya menggunakan tiang-tiang besar terletak di
jalan Raden Patah Semarang. Dari tahun 1814 sampai tahun 1816 ia melayani
Gereja tersebut. Dalam gedung itu pada sebuah penanda, dapat dibaca namanya
bersama 80 orang pendeta lainnya yang melayani gereja itu sejak pendirian gereja
tersebut pada tahun 1753.
Pada waktu itu Gottleb Bruckner berkenalan dengan Thomas
Trowt. Suatu persahabatan yang menyenangkan telah tumbuh diantara dua orang
pengkhotbah yang banyak persamaannya dalam kepercayaan dan cita-cita.
Gottleb Bruckner menjadi orang Baptis berdasarkan:
ketidakpuasan dengan kelalaian moral diantara sejumlah anggota jemaat gereja di
jalan Raden Saleh Semarang; karena menemukan kebenaran pembaptisan yang benar
ialah secara selam; serta penjelasan dan pemantapan oleh Thomas Trowt,.
Sebelum dibaptiskan oleh Trowt, Bruckner memgumumkan
keputusannya di hadapan sidang gerejanya dan berkhotbah mengenai Yohanies 5:39
; “Selidikilah isi Alkitab”. Para penatua Gereja turut menghadiri dan
berdiri di pinggir sungai dan melihat dia menerima pembaptisan sebagai lambang
dikubur bersama dengan Kristus. Pada hari Minggu berikutnya, gereja
hampir-hampir kosong ketika ia berkhotbah. Ia sadar, bahwa pembaptisannya akan
membawa celaka bagi dirinya. Karena gajinya dihentikan menyebabkan ia harus pindah
dari pastori yang kemudian disertai timbulnya banyak kecaman dan ejekan
baginya. Ia pun mengundurkan diri sebagai missi Belanda.
Pada tanggal 26 Oktober 1816, Trowt
meninggal dunia. Perkumpulan Pengutusan Injil Baptis di London mengangkat
Bruckner sebagai missi. Ia seorang diri di Semarang, tanpa kawan sekerja
kecuali istrinya sendiri. Akan tetapi, ia adalah seorang perintis yang kuat di
tengah kemiskinan dan penderitaan. Ia menjalankan pekerjaan pelayanan di
Semarang sampai akhir hidupnya.
Ia menyusun kamus bahasa Jawa, nyanyian rohani
dan banyak selebaran pengabaran Injil. Juga menterjemahkan Perjanjian
Baru. Hasil karyanya telah dipakai selama 20 tahun berikutnya. Dengan
diperbaiki oleh orang-orang lain pada waktu kemudian terjemahan itu menjadi
dasar bagi terjemahan-terjemahan di kemudian hari.
Selama Gottleb Bruckner melayani di Semarang, Ia jarang
bepergian, kecuali ke Salatiga, untuk sebentar dan ke India selama tiga tahun
untuk mencetak Alkitab Perjanjian Baru bahasa Jawa yang diterjemahkannya. Waktu
pelayanannya di Semarang cukup lama, yakni 43 tahun, sampai meninggalnya pada 9
Juli 1857.
Beberapa minggu sebelum ia meninggal, ia sempat menulis isi
hatinya, dalam sebuah karangan. Katanya: “…Tuhan meluluskan doa-doa
bangsa-Nya dan Ia telah memperganda jumlah orang yang mengenal nama-Nya, yang
bekerja dan berdoa bersama para missi di Jawa untuk keluasan kerajaanNya.
Seorang missi disini tidak akan berdiri sendiri, seperti saya yang telah
mengalami berdiri sendiri bertahun-tahun. Saya percaya kepada Tuhan, bahwa Ia
pada suatu hari akan memberkati firmanNya diantara orang-orang ini. Kini Ia telah
memberi berkat-Nya kepada mereka, lebih dari pada apa yang saya harapkan dan
saya doakan, nama-Nya dimuliakan selama-lamanya. Saya hidup cukup lama sehingga
dapat melihat kedatangan kerajaan-Nya di pulau ini. Dan saya telah
diperkenankan untuk memberikan sumbangan saya sedikit melalui surat sebaran dan
khotbah kepada orang-orang. Dengan demikian memberitahukan kepada mereka dalam
keselamatan, suatu hal yang belum pernah dilakukan oleh orang Eropa, seorang
sekalipun. Semua yang saya uraikan dan bahkan lebih dari itu adalah berkat
Pengutusan Injil Baptis di Jawa. Pengutusan Baptis tidak hanya melakukan
sesuatu bagi orang Jawa yang jumlahnya sebanyak 10 juta orang, melainkan
organisasi-organisasi lain digerakkannya untuk bekerja bagi penduduk pulau ini.
Saya pikir mungkin tidak ada seorang missi Belanda di Jawa sekarang, seandainya
tidak ada Pengutusan Injil Baptis, karena gambaran ketika itu ialah bahwa para
missi dapat dikatakan tidak diijinkan memasuki Jawa. Tetapi sudah
berangsur-angsur makin banyak diketahui di negeri Belanda, bahwa ada seorang
missi Baptis menetap dan bekerja di kedalaman pulau ini. Perkumpulan Alkitab
Belanda sangat terpengaruh olehnya dan dikirimkanlah seorang untuk
menterjemahkan firman Allah. Kemudian perkumpulan ini mulai pertimbangkan
sungguh-sungguh untuk mengirimkan utusan-utusan Injil mereka ke Jawa.”
Makam Bruckner dan Trowt tidak diketahui dengan pasti.
Jejak-jejak pasti pelayanan mereka di Jawa juga tidak terlihat jelas. Akan
tetapi pekerjaan pelayanannya telah menandakan adanya ikatan persekutuan yang
cukup kuat dengan kaum Baptis pada masa seratus tahun kemudian.
Baptis
di Sumatera
Nathanail Moore Ward, adalah kemenakan William Ward. Ia
adalah salah satu dari perintis-perintis tiga serangkai (William Carey,
Marshman, William Ward), yang dikenal “Trio Serampore” yang terkenal
dalam pengutusan Injil di India dan dengan gerakan pengutusan Injil modern.
Pada pertengahan tahun 1819, ia mendarat di Bangkahulu (sekarang, Bengkulu),
di Sumatera Selatan. Richard Burton dan Charles Evans menggabungkan diri
untuk menjadi kawan sekerja dengan mereka dalam tahun 1820.
Pada tahun 1821 keluarga Robinson pindah ke Sumatera dan
menjadi kawan sekerja juga. Utusan Badan Misi Inggris di Sumatera itu
mendirikan suatu percetakan yang mencetak juga buku-buku dan surat slebaran
umum mengenai sejarah, ilmu bumi, ilmu falak dan agama-agama bukan Kristen.
Sebuah hasil unik yang dicapainya ialah, usaha menyelidiki daerah Sumatera.
Sepuluh tahun kemudian, tahun 1834, orang Baptis dari
Boston, Amerika, mencoba membawa Injil ke pedalaman Sumatera. Dua pekabar Injil
ini ialah Lyman dan Munson yang berangkat dari Sibolga ke pedalaman yang sudah
pernah dikunjungi Ward dan Burton. Namun kedua perintis itu tewas sebagai syahid-syahid
Kristus di sebuah daerah yang bernama Labu Pining, 20 km dari Silindung,
Tapanuli. Percobaan lainnya dimulai lagi dengan mengirimkan Ennie ke daerah
Batak sebelah Selatan pada tahun 1837. usaha tersebut gagal karena penyakit
yang menimpanya.
Surat-surat terakhir dari Nathaniel Ward dari Padang dalam
tahun 1844, memberikan gambaran yang menimbulkan belas kasihan tentang keadaan
seorang missi yang mulai menjadi tua. Untuk menghidupinya ia mengerjakan
pertanian. Ia berusaha untuk menyelesaikan terjemahannya mengenai seluruh
Alkitab dalam bahasa daerah. Keadaan selanjutnya, hingga meninggalnya, tidak
diketahui dengan pasti.
Baptis
di Ambon
Pada tanggal 16 Juli 1814, Jabes Carey dan istrinya Elza
pergi dari Calcuta ke Ambon. Jabes adalah putera laki-laki ketiga dari William
Carey, “bapa pengutusan Injil modern”, yang berjasa besar di
daerah itu. Ia masih bayi dalam pelukan ibunya, ketika rombongan utusan Baptis
tiba di India dalam bulan Nopember 1793. Jabes dan istrinya sebagai pengantin
baru harus mengalami perjalanan 3500 mil dari Calcutta ke Ambon dan memerlukan
waktu enam bulan.
Banyak sekali pekerjaan yang dilakukan oleh Jabes Carey
selama empat tahun di Ambon. Ia berkhotbah di mana-mana dan membantu mendirikan
gereja-gereja. Ia berjuang juga menentang perdagangan budak belian, yang
menyebabkan kesengsaraan bagi orang-orang pribumi. Satu metode yang dipakainya
adalah membeli budak-budak belian, lalu membebaskan nya. Para budak yang sudah
bebas dari penderitaan tersebut diberi kesempatan untuk membayar uang pembelian
pembebasannya, dengan cara yang tidak menyusahkannya. Pemerintah Inggris
mengangkat Carey sebagai kepala semua sekolah di Ambon. Carey tidak dapat
tinggal lama sesudah Belanda mengambil kembali pulau-pulau di Ambon. Dalam
tahun 1818 ia meninggalkan Ambon.
oleh: Dwi Ariefin
Untuk pengetahuan lebih lanjut silakan menghubungi; via
email:baikjugaberguna@gmail.com
Sumber:https://www.suatuhabaik.blogspot.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar