Senin, 06 Maret 2017

Sejarah Baptis di Indonesia Abad 19




SEJARAH GEREJA BAPTIS DI INDONESIA
ABAD KE-19 (TAHUN 1800-an)

oleh: Dwi Ariefin
 
        Sejarah Baptis di Indonesia sebenarnya telah dimulai tahun 1800-an. Pada masa ini, sebenarnya kaum Baptis (meskipun bukan dari Southern Baptis Convention-SBC, Amerika) pernah mencoba melakukan perintisan Injil di Indonesia. Ada beberapa tokoh yang secara langsung berhubungan dengan kaum Baptis di Eropa, ada juga oleh karena menjadi kaum Baptis setelah di Indonesia. Jejak perjuangan mereka adalah bekerja keras memanfaatkan kesempatan (singkat) yang mereka miliki. Perjuangan mereka dalam membuka pelayanan yang termotivasi untuk menyaksikan Injil kepada Bangsa Indonesia, bahkan sampai harus menjadi martir Kristus, perlu dipahami juga.
Periode penguasaan Belanda di Indonesia adalah selama tahun 1610-1811, kemudian dilanjutkan pada 1816-1940. Selama masa penjajahan Belanda di Indonesia, pekerjaan pengutusan Injil di Indonesia dikuasai oleh sebuah konsulat pengutusan Injil, sebuah lembaga yang menjadi alat pemerintah Belanda yang bertujuan memelihara Gereja yang patuh kepada negara. Golongan-golongan yang bebas atau independen, seperti Baptis, hanya memperoleh ijin secara sangat terbatas untuk melakukan pekerjaan pengutusan Injil. Pada pihak lain Perkumpulan Pengutusan Injil Baptis di Belanda sendiri lebih memusatkan sebagian pekerjaan pelayanannya ke Kongo, jajahan Belgia di Afrika. Namun demikian, sesekali para missi Baptis dari Belanda juga memberitakan Injil di Indonesia.
Sampai dengan kedatangan bangsa Inggris, tidak ada keleluasaan yang cukup bagi pengutusan Injil bagi Kaum Baptis. Masa Penjajahan oleh Belanda terhenti sesaat mulai tahun 1811. Sela waktu singkat itu, dan adalah masa bagi Inggris berkuasa di Indonesia, adalah kesempatan emas bagi kaum Baptis. Kesempatan ini seumpama pintu yang dibuka sesaat yang memberi peluang kaum Baptis masuk.  William Robinson adalah missi Baptis Inggris yang pertama kali menjangkau Indonesia. Ada juga utusan lainnya. Mereka diutus ke Jawa, Ambon dan Sumatera. Sejak adanya kesempatan yang sangat baik pada masa Inggris itulah usaha pekerjaan pengutusan Injil oleh kaum Baptis dapat dilaksanakan.
Ketika Belanda kembali menguasai Indonesia, sesudah tahun 1816, keadaan berubah lagi, meskipun benih pelayanan kesaksian Injil mulai bertumbuh.  Pekerjaan Injil pada mulai saat  itu kebanyakan berjalan atas keputusan dan bantuan perkumpulan-perkumpulan Pengutusan Injil yang bukan Baptis.  

Pilar penting pembentukan jemaat adalah ketika ada delapan orang serdadu Inggris, pada Januari 1812 yang mendirikan sebuah Gereja Baptis di Semarang. Bagaimana keadaan dan perkembangan selanjutnya tidak jelas diketahui. Secara resmi ada missi baptis yang pertama adalah pada tanggal 13 Mei 1813, ketika William Robinson, yang semula seorang tukang sepatu, menjadi missi Baptis yg pertama dari Baptis Inggris. Ia  turun dari kapal S.S. Trowbridge untuk tiba di Jakarta. Di Jakarta, ia beserta istrinya Margareth Robinson, menjadi missi baptis yang pertama kali menginjakkan kaki di bumi Indonesia.
Robinson sampai di Jawa dalam tahun bersamaan dengan tahun kedatangan Adoniram Judsen di Burma (Myanmar). Judsen yang adalah orang Amerika diangkat oleh Pengutusan Injil golongan Congregation untuk bekerja di India. Oleh karena membaca Perjanjian Baru, telah banyak berdoa dalam pelayarannya ke luar negeri dan sesudah yakin akan kepercayaan kaum Baptis, ia menerima pembaptisan secara selam, tidak lama setelah sampai di India. Ia menggabungkan diri dengan golongan Baptis Inggris di Serampore. Golongan ini merencanakan supaya Judson dan istrinya, Ann Hassaltine pergi ke Jawa untuk memulai pekerjaan pengutusan Injil. Tetapi pada saat hampir berangkat, tiba-tiba diubahlah rancangan itu dan Judson beserta istrinya dikirim ke Myanmar.
Beberapa orang Baptis Inggris lain termasuk J.L. Philips dan istrinya menggabungkan diri dengan Robinson. Mereka tinggal menetap selama 8 tahun, dan menjadi missi yang mula-mula bekerja dengan memakai bahasa daerah diantara bangsa Indonesia. Kesetiaannya melayani, dapat menjangkau kira-kira 100 orang.
Setelah Inggris meninggalkan Indonesia, dan Belanda berkuasa kembali, perubahan terjadi lagi. Oleh karena Belanda berkuasa kembali, kebanyakan missi Baptis meninggalkan Indonesia sebelum tahun 1826 dan Perkumpulan Pengutusan Injil Baptis tidak lagi bekerja Indonesia. Nama-nama, seperti Bruckner di Semarang dan Ward di Padang tetap tercatat dalam buku dokumen tahunan perkumpulan pengutusan Injil Baptis sampai tahun 1847.

Baptis di Semarang
Thomas Trowt dan isterinya datang di Semarang dengan kapal pada tanggal 10 Mei 1815, sesudah tinggal bersama Robinson selama beberapa bulan di Jakarta.  Beserta mereka datanglah pasangan James Reily.  Keluarga Reily hanya tinggal beberapa bulan, karena harus kembali ke India dan berhenti.  Sesudah delapan belas bulan menjalankan pekerjaan pelayanannya di Semarang, Trowt meninggal dunia.   
Gottleb Bruckner adalah seorang missi yang dilahirkan di Jerman, tetapi ia hidup di negeri Belanda. Suatu perkumpulan pengutusan Injil Belanda mengangkat dia untuk pekerjaan pelayanan pengutusan Injil di Indonesia. Tetapi karena pemerintah Inggris yang berkuasa di Indonesia waktu itu, maka ia menjadi tenaga missi pada perkumpulan Injil Anglikan di London.
Di Semarang Bruckner menjadi pendeta yang ke-9 pada Gereja Belanda yang tua, yang gedungnya menggunakan tiang-tiang besar terletak di jalan Raden Patah Semarang. Dari tahun 1814 sampai tahun 1816 ia melayani Gereja tersebut. Dalam gedung itu pada sebuah penanda, dapat dibaca namanya bersama 80 orang pendeta lainnya yang melayani gereja itu sejak pendirian gereja tersebut pada tahun 1753.
Pada waktu itu Gottleb Bruckner berkenalan dengan Thomas Trowt. Suatu persahabatan yang menyenangkan telah tumbuh diantara dua orang pengkhotbah yang banyak persamaannya dalam kepercayaan dan cita-cita.
Gottleb Bruckner menjadi orang Baptis berdasarkan: ketidakpuasan dengan kelalaian moral diantara sejumlah anggota jemaat gereja di jalan Raden Saleh Semarang; karena menemukan kebenaran pembaptisan yang benar ialah secara selam; serta penjelasan dan pemantapan oleh Thomas Trowt,.
Sebelum dibaptiskan oleh Trowt, Bruckner memgumumkan keputusannya di hadapan sidang gerejanya dan berkhotbah mengenai Yohanies 5:39 ; “Selidikilah isi Alkitab”. Para penatua Gereja turut menghadiri dan berdiri di pinggir sungai dan melihat dia menerima pembaptisan sebagai lambang dikubur bersama dengan Kristus. Pada hari Minggu berikutnya, gereja hampir-hampir kosong ketika ia berkhotbah. Ia sadar, bahwa pembaptisannya akan membawa celaka bagi dirinya. Karena gajinya dihentikan menyebabkan ia harus pindah dari pastori yang kemudian disertai timbulnya banyak kecaman dan ejekan baginya. Ia pun mengundurkan diri sebagai missi Belanda.
Pada tanggal 26 Oktober 1816, Trowt meninggal dunia. Perkumpulan Pengutusan Injil Baptis di London mengangkat Bruckner sebagai missi. Ia  seorang diri di Semarang, tanpa kawan sekerja kecuali istrinya sendiri. Akan tetapi, ia adalah seorang perintis yang kuat di tengah kemiskinan dan penderitaan. Ia menjalankan pekerjaan pelayanan di Semarang sampai akhir hidupnya.
Ia menyusun kamus bahasa Jawa, nyanyian rohani dan banyak selebaran pengabaran Injil. Juga menterjemahkan Perjanjian Baru. Hasil karyanya telah dipakai selama 20 tahun berikutnya. Dengan diperbaiki oleh orang-orang lain pada waktu kemudian terjemahan itu menjadi dasar bagi terjemahan-terjemahan di kemudian hari.
Selama Gottleb Bruckner melayani di Semarang, Ia jarang bepergian, kecuali ke Salatiga, untuk sebentar dan ke India selama tiga tahun untuk mencetak Alkitab Perjanjian Baru bahasa Jawa yang diterjemahkannya. Waktu pelayanannya di Semarang cukup lama, yakni 43 tahun, sampai meninggalnya pada 9 Juli 1857. 
Beberapa minggu sebelum ia meninggal, ia sempat menulis isi hatinya, dalam sebuah karangan. Katanya: “…Tuhan meluluskan doa-doa bangsa-Nya dan Ia telah memperganda jumlah orang yang mengenal nama-Nya, yang bekerja dan berdoa bersama para missi di Jawa untuk keluasan kerajaanNya. Seorang missi disini tidak akan berdiri sendiri, seperti saya yang telah mengalami berdiri sendiri bertahun-tahun. Saya percaya kepada Tuhan, bahwa Ia pada suatu hari akan memberkati firmanNya diantara orang-orang ini. Kini Ia telah memberi berkat-Nya kepada mereka, lebih dari pada apa yang saya harapkan dan saya doakan, nama-Nya dimuliakan selama-lamanya. Saya hidup cukup lama sehingga dapat melihat kedatangan kerajaan-Nya di pulau ini. Dan saya telah diperkenankan untuk memberikan sumbangan saya sedikit melalui surat sebaran dan khotbah kepada orang-orang. Dengan demikian memberitahukan kepada mereka dalam keselamatan, suatu hal yang belum pernah dilakukan oleh orang Eropa, seorang sekalipun. Semua yang saya uraikan dan bahkan lebih dari itu adalah berkat Pengutusan Injil Baptis di Jawa. Pengutusan Baptis tidak hanya melakukan sesuatu bagi orang Jawa yang jumlahnya sebanyak 10 juta orang, melainkan organisasi-organisasi lain digerakkannya untuk bekerja bagi penduduk pulau ini. Saya pikir mungkin tidak ada seorang missi Belanda di Jawa sekarang, seandainya tidak ada Pengutusan Injil Baptis, karena gambaran ketika itu ialah bahwa para missi dapat dikatakan tidak diijinkan memasuki Jawa. Tetapi sudah berangsur-angsur makin banyak diketahui di negeri Belanda, bahwa ada seorang missi Baptis menetap dan bekerja di kedalaman pulau ini. Perkumpulan Alkitab Belanda sangat terpengaruh olehnya dan dikirimkanlah seorang untuk menterjemahkan firman Allah. Kemudian perkumpulan ini mulai pertimbangkan sungguh-sungguh untuk mengirimkan utusan-utusan Injil mereka ke Jawa.”
Makam Bruckner dan Trowt tidak diketahui dengan pasti. Jejak-jejak pasti pelayanan mereka di Jawa juga tidak terlihat jelas. Akan tetapi pekerjaan pelayanannya telah menandakan adanya ikatan persekutuan yang cukup kuat dengan kaum Baptis pada masa seratus tahun kemudian.

Baptis di Sumatera
Nathanail Moore Ward, adalah kemenakan William Ward. Ia adalah salah satu dari perintis-perintis tiga serangkai (William Carey, Marshman, William Ward), yang dikenal “Trio Serampore” yang terkenal dalam pengutusan Injil di India dan dengan gerakan pengutusan Injil modern. Pada pertengahan tahun 1819, ia mendarat di Bangkahulu (sekarang, Bengkulu), di Sumatera Selatan.  Richard Burton dan Charles Evans menggabungkan diri untuk menjadi kawan sekerja dengan mereka dalam tahun 1820. 
Pada tahun 1821 keluarga Robinson pindah ke Sumatera dan menjadi kawan sekerja juga. Utusan Badan Misi Inggris di Sumatera itu mendirikan suatu percetakan yang mencetak juga buku-buku dan surat slebaran umum mengenai sejarah, ilmu bumi, ilmu falak dan agama-agama bukan Kristen. Sebuah hasil unik yang dicapainya ialah, usaha menyelidiki daerah Sumatera.
Dalam tahun 1824 Ward dan kawannya Burton melintasi pulau besar yang belum ada pada peta dan melanjutkan penyelidikannya di utara ke daerah sekitar danau Toba.  Mereka berkunjung pada orang-orang Batak yang agamanya merupakan campuran antara Hindu dan Animisme.
Sepuluh tahun kemudian, tahun 1834, orang Baptis dari Boston, Amerika, mencoba membawa Injil ke pedalaman Sumatera. Dua pekabar Injil ini ialah Lyman dan Munson yang berangkat dari Sibolga ke pedalaman yang sudah pernah dikunjungi Ward dan Burton. Namun kedua perintis itu tewas sebagai syahid-syahid Kristus di sebuah daerah yang bernama Labu Pining, 20 km dari Silindung, Tapanuli. Percobaan lainnya dimulai lagi dengan mengirimkan Ennie ke daerah Batak sebelah Selatan pada tahun 1837. usaha tersebut gagal karena penyakit yang menimpanya.
Surat-surat terakhir dari Nathaniel Ward dari Padang dalam tahun 1844, memberikan gambaran yang menimbulkan belas kasihan tentang keadaan seorang missi yang mulai menjadi tua. Untuk menghidupinya ia mengerjakan pertanian. Ia berusaha untuk menyelesaikan terjemahannya mengenai seluruh Alkitab dalam bahasa daerah. Keadaan selanjutnya, hingga meninggalnya, tidak diketahui dengan pasti.

Baptis di Ambon
Pada tanggal 16 Juli 1814, Jabes Carey dan istrinya Elza pergi dari Calcuta ke Ambon. Jabes adalah putera laki-laki ketiga dari William Carey, “bapa pengutusan Injil modern”, yang  berjasa besar di daerah itu. Ia masih bayi dalam pelukan ibunya, ketika rombongan utusan Baptis tiba di India dalam bulan Nopember 1793. Jabes dan istrinya sebagai pengantin baru harus mengalami perjalanan 3500 mil dari Calcutta ke Ambon dan memerlukan waktu enam bulan. 
Banyak sekali pekerjaan yang dilakukan oleh Jabes Carey selama empat tahun di Ambon. Ia berkhotbah di mana-mana dan membantu mendirikan gereja-gereja. Ia berjuang juga menentang perdagangan budak belian, yang menyebabkan kesengsaraan bagi orang-orang pribumi. Satu metode yang dipakainya adalah membeli budak-budak belian, lalu membebaskan nya. Para budak yang sudah bebas dari penderitaan tersebut diberi kesempatan untuk membayar uang pembelian pembebasannya, dengan cara yang tidak menyusahkannya. Pemerintah Inggris mengangkat Carey sebagai kepala semua sekolah di Ambon. Carey tidak dapat tinggal lama sesudah Belanda mengambil kembali pulau-pulau di Ambon. Dalam tahun 1818 ia meninggalkan Ambon.
oleh: Dwi Ariefin
Untuk pengetahuan lebih lanjut silakan menghubungi; via email:baikjugaberguna@gmail.com
Sumber:https://www.suatuhabaik.blogspot.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar